IMPLEMENTASI PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DAPAT MENINGKATKAN PENGUASAAN IPTEK

Pendahuluan

Paradigma baru, pemerintahan baru, ilmu dan teknologi baru, informasi baru, pendekatan baru, silih berganti membawa perubahan dalam sejarah peradaban bangsa kita. Perubahan semakin besar terasa, ketika perputarannya semakin cepat seperti sekarang ini. Ketika segala sesuatu di sekitar kita berubah: keinginan dan kebutuhan masyarakat, produk-produk hukum berubah, negara-negara lain menerapkan strategi bersaing yang selalu diperbaharui, serta seluruh infrastruktur ekonomi juga menggandeng teknologi yang terus berubah, maka perubahan bukan lagi satu pilihan, melainkan keharusan. Prinsip perubahan adalah ”melihat”, ”merasakan” dan ”melakukan”[1].  Perubahan bukan bermuara pada pendekatan manajemen, teknis, anggaran, atau pun pendekatan ilmiah yang canggih lainnya, melainkan pada SDM yang terlibat dalam perubahan tersebut. Dengan demikian juga harus berujung pada perubahan sikap manusia. Dalam konteks nasional, kepemimpinan nasional memiliki peran kunci dalam perubahan ini. Sementara disadari bahwa saat ini kepemimpinan nasional di masa transisi memperlihatkan tidak mudah untuk mengkonsolidasikan sumber daya dan potensi bangsa untuk mencapai cita-cita baru yang diimpikan bersama[2].

Pemberlakuan otonomi daerah telah mendorong pengembangan potensi lokal atau daerah sebagai orientasi baru bagi pengembangan wilayah di Indonesia. Selain itu, kebijakan otonomi daerah memicu setiap daerah untuk berlomba-lomba mengembangkan daerahnya masing-masing dengan potensi daerah yang dimilikinya agar mampu bertahan dan bersaing dengan daerah-daerah lain[3]. Potensi alam yang kaya serta melimpahnya tenaga kerja, sepatutnya menjadi pendorong pembangunan ekonomi. Hanya saja kebijakan yang diambil selama ini kurang mempertimbangkan kinerja yang integral dalam skala nasional. Penerapan otonomi daerah, sesungguhnya dapat mendorong peran daerah lebih strategis terutama dalam membangun keunggulan ekonomi berbasis lokalitas (Wrihatnolo, 2006).

Potensi daerah yang demikian beragam, merupakan suatu yang perlu diintegrasi dalam konsep yang jelas melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pimpinan baik daerah maupun nasional. Koherensi kebijakan ini termasuk dalam menentukan kebijakan pengembangan, penerapan, dan peningkatan IPTEK akan sangat mempengaruhi daya saing ekonomi baik daerah maupun nasional. Tulisan ini berusaha mengungkap peran kepemimpinan nasional dalam peningkatan penguasan IPTEK.

PEMBAHASAN

Konsep Kepemimpinan Nasional dan Tantangan Global

Pada prinsipnya pengertian kepemimpinan nasional tidak jauh berbeda dari pengertian kepemimpinan pada umumnya, hanya luas cakupan dan landasan serta prioritasnya yang berbeda.   Dari berbagai literatur kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Harold Koontz dan  Cyrill O’Donnel; Joseph L. Massie dan John Douglas) melalui sebuah hubungan yang memungkinkan untuk bekerja bersama-sama secara ikhlas (George R. Terry) dan terjadi dalam situasi yang diharapkan kemampuan untuk memecahkan permasalahan dalam kelompok (Henry Pratt Fairchild)[4].

Sementara ini kepemimpinan nasional  adalah kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan  nasional didalam setiap gatra (Asta Gatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memilki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang[5].

Dalam lingkungan strategis yang berubah dengan cepat, perlu kualitas kepemimpinan nasional yang baik. Dengan kualitas ini kepemimpinan nasional akan mampu untuk membawa bangsa ini dalam mencapai tujuan nasional melalui tahapan-tahapan pembangunan yang terprogram terarah dan berkelanjutan. Proses terbentuknya kepempimpinan nasional bukanlah proses yang sederhana, karena hal ini terkait dengan penyiapan SDM yang akan menjadi pemimpin di eranya bagi masa depan bangsa dan keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang akan memikul langsung tanggung jawab strategis di lingkungan negara, bangsa dan masyarakat.

Tantangan global saat ini yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan ketahanan nasional yang paling utama adalah pada rendahnya daya saing bangsa. Dalam menghadapi arus sejarah pada abad ke-21, teknologi akan menjadi penggerak perubahan yang paling utama baik itu pada level bangsa, korporasi, perusahaan, komunitas, ataupun individu. Dalam PDB Negara-negara berkembang telihat adanya porsi teknologi yang semakin besar baik digunakan dalam pertanian, industri, perdagangan, keuangan, pendidikan, kesehatan, pertahanan, atau jasa. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi dan daya saing sebuah bangsa sangat dipengaruhi oleh penguasaan teknologi. Teknologi menjadi sumber bagi tumbuhnya knowledge capital suatu bangsa.

Kecenderungan ini akan terus menguat, karena proses pengembangan teknologi tidak akan pernah berhenti. Di sisi lain, disadari bahwa anggaran pengembangan teknologi di Indonesia justru turun dalam beberapa tahun terakhir.

….menyadari bahwa alokasi dana untuk penelitian dan pengembangan (R&D-research and development) di Indonesia pada tahun 2005 masih rendah – yaitu sekitar Rp 1 trilyun. Karena itulah, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan porsi itu menjadi lebih memadai…[6]

Bukti-bukti empiris menunjukkan hampir semua inovasi teknologi merupakan hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas, antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya[7]. Aktivitas ini pun relatif belum terfasilitasi dengan baik dalam beberapa kebijakan yang dikeluarkan pada level pimpinan nasional. Rendahnya knowledge sharing dan aliansi strategis antar beberapa lembaga menjadi penunjang pula bagi rendahnya invensi dan inovasi teknologi di Indonesia.

Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, tidak dapat dipungkiri bahwa sektor yang dikedepankan untuk mempercepat pembangunan sekaligus sebagai sektor strategis yang mendorong perekonomian nasional adalah iptek. Iptek haruslah dilihat dalam pengertian luas mencakup ilmu-ilmu pengetahuan alam, ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, teknologi, manajemen, serta seni dan desain. Hal tersebut merupakan faktor pendorong yang sangat vital dalam pembangunan dan pemandirian bangsa. Ketika arah pengembangan iptek dapat diselaraskan dengan arah-arah kegiatan pembangunan di berbagai sektor, kinerja pembangunan akan lebih efektif dan capaian pembangunan (output, outcome, dan dampak) terjamin keberlanjutannya. Sebaliknya, ketika kegiatan pembangunan tidak ditopang iptek, dapat terjadi gejala pembangunan berbiaya tinggi, kebergantungan pada bantuan iptek luar negeri, dan tidak berkelanjutan.

Menjadikan teknologi sebagai daya ungkit ketahanan nasional menjadi salah satu ukuran kinerja berjalannya kepemimpinan nasional. Peran-peran baru dalam kepemimpinan nasional dalam perubahan lingkungan strategis akan menentukan daya saing melalui pemanfaatan teknologi dalam rangka peningkatan ketahanan nasional. Suatu kepemimpinan yang mampu memanfaatkan sumber daya yang ada sesuai kebutuhan terkini tanpa mengabaikan tetap memberikan peluang yang sama pada generasi masa depan sebagai pembangunan ekonomi, sosial, dan juga proteksi pada lingkungan alam[8].

Landasan Kepemimpinan Nasional

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu terus-menerus memperbaharui pemahaman dan kesepakatan bersama dalam membangun Indonesia. Kesepakatan ini dipandu oleh visi Indonesia jangka menengah dan jangka panjang. Arah Indonesia dalam jangka panjang 2005-2025 telah ditetapkan dalam UU Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Sedangkan dalam jangka menengah, kita segera akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahap kedua tahun 2009-2014. Dalam konteks ini, proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah baik di tingkat Nasional maupun di masing-masing Daerah harus diserasikan. Dengan demikian, strategi dan pelaksanaan pembangunan Indonesia yang inklusif dapat segera dilaksanakan secara efektif dan saling menunjang[9]. Peran kepemimpinan nasional untuk mengarahkan pembangunan nasional ini menjadi kunci keberhasilan pencapaian berbagai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.

Wawasan kebangsaan para pimpinan nasional yang tertuang dalam pemahaman akan empat pilar (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI) menjadi dasar bagi pembentukan kepemimpinan nasional yang baik. Dalam pendekatan teori Kepemimpinan  Nasional, wawasan nusantara dan ketahanan nasional merupakan cara pandang dan konsepsi berpikir untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap pimpinan di semua level sebagai mana diamanatkan presiden terutama pada tataran kebijakan dan operasional harus memiliki pemahaman dan penghayatan yang sama tentang hal ini agar terhindar dari sikap ego kedaerahan, mencari prestise dan menikmati enaknya jadi pemimpin. Visi, persepsi dan interpretasi, keserasian, keseimbangan dan rasa memiliki serta bertanggungjawab menjadi dasar penyelarasan pengembangan iptek di berbagai level. Melalui pemahaman Wasantara dengan benar akan terlihat implementasi kepemimpinan yang mempunyai wawasan kebangsaan serta meletakan penjabaran kepentingan nasional diatas segalanya dengan diilhami visi pada konsepsi Ketahanan Nasional[10].

Peran Kepemimpinan Nasional dalam Kebijakan Teknologi

Penguasaan dan pemanfaatan dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional diperlukan dukungan dan komitmen seluruh komponen bangsa bukan hanya pemerintah saja. Karena kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terletak dari individu melainkan dari kelompok para peneliti baik dari lembaga penelitian pemerintah, swasta dan yang ada ditengah masyarakat. Pemerintah mempunyai kewajiban dalam mengarahkan dan memfasilitasi, mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arah dan fasilitas yang didukung oleh pemerintah adalah kebijakan serta fasilitas lembaga penelitian yang memadai yang dapat lebih menumbuhkembangkan kepercayaan masyarakat terhadap hasil yang diraih bangsa[11]. Orientasi pengembangan IPTEK adalah untuk meningkatkan kemampuan litbang nasional dalam konstribusi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pertumbuhan ekonomi[12]. Dalam pengembangan, penerapan, dan peningkatan IPTEK akan tergantung pada brainware, technoware, dan organoware. Penggerak komponen semua komonen itu tetap pada brainware yang berarti sumber daya manusia yang handal dan memiliki kepedulian pada pertumbuhan daya saing bangsa terutama bidang IPTEK[13].

Memperhatikan perubahan lingkungan strategis yang ada dan untuk mendukung kewaspadaan nasional, perlu sebuah pendekatan agar teknologi dapat berkembang sesuai dengan keunggulan setiap daerah. Peran penting antara pemerintah baik pusat maupun daerah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi, serta kalangan dunia usaha sangat penting. Integrasi ketiga elemen dalam mendukung kewaspadaan nasional perlu diterapkan melalui aliansi strategis. Aliansi strategis ini dapat terjadi ketika didukung kepemimpinan nasional yang baik.

Aliansi strategis adalah hubungan formal antara dua atau lebih kelompok untuk mencapai satu tujuan yang disepakati bersama ataupun memenuhi bisnis kritis tertentu yang dibutuhkan masing-masing organisasi secara independen. Aliansi strategis pada umumnya terjadi pada rentang waktu tertentu, selain itu pihak yang melakukan aliansi bukanlah pesaing langsung, namun memiliki kesamaan produk atau layanan yang ditujukan untuk target yang sama. Dengan melakukan aliansi, maka pihak-pihak yang terkait haruslah menghasilkan sesuatu yang lebih baik melalui sebuah transaksi[14]. Dengan aliansi maka terjadi kooperasi atau kolaborasi dengan tujuan muncul sinergi. Dengan aliansi setiap partner dapat saling berbagi kemampuan transfer teknologi, risiko, dan pendanaan.

Peran kepemimpinan nasional terutama terkait dengan integrasi bangsa pada setiap pengambil kebijakan di semua partner yang melakukan aliansi akan dapat menjadikan tujuan dapat lebih efektif tercapai. Dalam pengembangan teknologi Indonesia yang akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi, sangat penting untuk membangun pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai nasionalisme untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi pada para pimpinan semua level. Peningkatan kandungan teknologi (technology content) dalam setiap bidang pendukung kehidupan akan dapat menghasilkan peningkatan ekonomi (knowledge economy) secara signifikan.

Pola kepemimpinan nasional harus diperankan untuk memanfaatkan sumber daya bangsa Indonesia yang melimpah. Seperti diketahui, Bangsa Indonesia yang secara geografis menempati wilayah yang berada di persimpangan alur lalu-lintas internasional tentunya memiliki peran penting untuk terlibat aktif dalam berbagai derap langkah pembangunan berskala global yang dicirikan dengan meningkatnya ketergantungan antar satu bangsa dengan bangsa lainnya. Hal ini dapat terjadi ketika bangsa Indonesia mampu membangun kemandirian dalam banyak aspek termasuk teknologi. Hanya dengan kemandirian ini, bangsa Indonesia dapat mulai berbicara tentang kesalingtergantungan secara sejajar. Sebagai bangsa yang posisi wilayahnya telah berperan sebagai titik temu berbagai budaya dan kepentingan antar bangsa, suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia untuk memberikan peran signifikan dalam pembangunan global. Kepemimpinan nasional memiliki peran penting untuk mengeluarkan kebijakan untuk membangun keunggulan teknologi berbasis pada keuntungan posisi ini.

Selain itu, kepemimpinan nasional juga harus mampu mengintegrasikan kebijakan agar pemanfaatan sumber daya alam dapat berkelanjutan. Sumberdaya alam di Indonesia yang melimpah merupakan kekuatan ketika dimanfaatkan secara maksimal untuk memenangkan persaingan global. Selain dari sisi geografis kedudukan Indonesia merupakan salah satu pasar yang sangat potensial bagi perkembangan ekonomi dan industri dunia.

Untuk menuju bangsa dan negara maju dengan kemampuan berbasis Iptek ada beberapa tahapan yang telah dikembangkan melalui Kementerian Riset dan Teknologi, yaitu: tahap awal/tahap penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), tahap akselarasi  dan tahap berkelanjutan.

Tahap awal …tahap penguatan sistim inovasi nasional dan pola pembangunan Iptek, …dalam tahapan proses recovery setelah didera krisis multidemensi dan perkembangan situasi politik yang sangat dinamis…diperlukan dukungan komitmen politik yang kuat untuk membangun negara… menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berhasil…kurun waktu 2010-2014…

tahap akselerasi…perwujudan masyarakat berbasis Iptek…dorongan implementasi Iptek yang semakin memadai dalam sektor industri… meningkatkan pertumbuhan sektor jasa… kurun waktu 2015 – 2019…

…tahap keberlanjutan… merupakan perwujudan masyarakat berbasis Iptek…yang ditandai pencapaian proses industrialisasi yang cepat … dengan memperhatikan kekuatan ekonomi domestik dan kesejahteraan masyarakat… dalam implementasi Visi – Misi Iptek 2025 dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berbasis Iptek…indikator yang dapat dipilih untuk menjadi acuan keberhasilan diantaranya ialah Terbentuknya komunitas masyarakat yang membangun Masyarakat berbasis Iptek dalam berbagai sektor utama…[15]

Pada saat ini persaingan dunia di era globalisasi bukan bertumpu pada kekuatan sumber daya alam saja melainkan penguasaan teknologi yang handal dari hasil anak bangsa. Dengan penguasaan teknologi, daerah dapat mengembangkan, meningkatkan dan memecahkan permasalahan di dalam perekonomian daerah menuju kesejahteraan masyarakat. Tercapainya tujuan ini, memerlukan kemampuan integrasi kebijakan para pimpinan nasional. Kesadaran kesalingtergantungan antar lembaga, tentu akan membutuhkan jenis kepemimpinan yang berbeda. Keadaan saling bergantung (interdependence) yang sebagian besar didorong oleh teknologi, menghubungkan setiap orang dan semua hal dimana-mana. Hal itu mengarahkan untuk kolaborasi dalam banyak bentuk. Keadaan saling bergantung berfokus pada visi yang saling tumpang tindih, masalah bersama, dan tujuan yang sama, untuk mencari kesamaan serta memelihara minat yang sama. Berlawanan dengan keadaan saling bergantung, keragaman (diversity) memperhatikan karakter khas dari individu, kelompok, dan organisasi.  Oleh karena merefleksi kebutuhan manusia akan identitas, keragaman menyoroti keunikan setiap orang, menggarisbawahi perbedaan, serta menekankan kebebasan dan individualisme. Ini adalah kekuatan bagi diferensiasi sosial, ekonomi, dan budaya[16].

Terobosan untuk mempercepat penguasaan teknologi harus dilakukan terutama oleh pemerintah melalui pola kepemimpinan nasional untuk membuat kejelasan dan ketegasan sikap politik, yang diwujudkan melalui penyusunan kebijakan yang sesuai, alokasi anggaran yang sesuai, dan diplomasi internasional yang tegas dengan memperhatikan kondisi geografis dan geopolitik sebagai basis diferensiasi teknologi.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, negara-negara maju sebagai produsen teknologi tinggi secara alamiah ingin mempertahankan keunggulan komparatif tersebut atas negara-negara lain di dunia. Setiap keputusan pemerintah yang diambil pimpinan nasional di negara berkembang yang dapat membuat negara tersebut menguasai teknologi tinggi terkadang bertentangan dengan kepentingan negara-negara maju. Pada umumnya negara-negara maju tersebut akan berusaha secara halus maupun kasar untuk membuat agar pemerintah negara berkembang membatalkan keputusannya. Apabila bangsa Indonesia tidak berani berbeda pendapat dengan pemerintah negara-negara maju, maka kemampuan teknologi Indonesia sulit untuk meningkat secara substansial. Oleh karena itulah, diperlukan keberanian untuk melakukan upaya-upaya yang bersifat terobosan demi suksesnya kepentingan nasional dengan memperhatikan keunggulan yang dimiliki agar tidak mudah ditiru oleh pesaing global.

Dengan keuntungan posisi startegis Indonesia, sesungguhnya sangat mungkin membangun teknologi yang berdaya saing. Untuk membangun teknologi yang mendukung perekonomian secara signifikan, menurut Lall (1998), ada lima faktor determinan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan sains dan teknologi nasional yang merupakan kebijakan dalam kepemimpinan nasional, yakni (1) sistem insentif, (2) kualitas sumber daya manusia, (3) informasi teknologi dan pelayanan pendukung, (4) dana, dan (5) kebijakan sains dan teknologi sendiri.

Untuk mengurangi hambatan dan penyelesaian masalah dalam pengembangan, penerapan dan peningkatan IPTEK dibutuhkan suatu kepemimpinan yang mampu membuat jaringan. Sehingga berbagai kebutuhan, perbedaan prioritas, pemanfaatan sumber daya, dapat digunakan secara baik. Dengan model kepemimpinan yang mengintegrasikan berbagai potensi ini akan lebih memudahkan menggabungkan orang-orang, ide-ide, dan institusi yang berbeda, meskipun berbeda asal. Kepemimpinan nasional ini dapat mengenali dasar yang sama, sehingga dapat ditemukan berbagai alternatif bagi pemecahan masalah bersama. Berbeda dengan tipe pemimpin individualistis, para pemimpin integratif dapat melihat tumpang-tindih antara visi mereka dan visi pemimpin lain.

Untuk terbentuk kepemimpinan nasional yang baik ini ada beberapa ciri kepemimpinan yang berkarakter yang mampu mendorong peningkatan IPTEK dalam lingkungan nasional yang beraneka ragam ini. Aktualisasi karakter kepemimpinan yang diharapkan bangsa dan negara adalah yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia dari ketergantungan (dependency) menuju kemerdekaan (independency), selanjutnya menuju kontinum maturasi diri yang komplit ke saling tergantungan (interdependency), memerlukan pembiasaan melalui contoh keteladanan perilaku para elite politik yang bergerak di eksekutif, yudikatif dan legislatif dalam lingkungan yang kondusif. Karakter yang dibutuhkan adalah perilaku dan sifat-sifat seperti[17]:

  1. Kesadaran diri sendiri (self awareness) jujur terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain, jujur terhadap kekuatan diri, kelemahan dan usaha yang tulus untuk memperbaikinya.
  2. Dasarnya seseorang pemimpin cenderung memperlakukan orang lain dalam organisasi atas dasar persamaan derajat, tanpa harus menjilat keatas menyikut kesamping dan menindas ke bawah. Pemimpin perlu berempati terhadap bawahannya secara tulus.
  3. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya.
  4. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing atau musuh, dan belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya.
  5. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara professional keilmuan dalam jabatannya. Hasil pekerjaanya berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
  6. Memiliki rasa kehormatan diri (a sense of personal honour and personal dignity) dan berdisiplin pribadi, sehingga mampu dan mempunyai rasa tanggungjawab pribadi atas perilaku pribadinya. Tidak seperti saat ini para pemimpin saling lempar ucapan pedas terhadap rekan sejawatnya yang berbeda aliran politiknya.
  7. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat team work, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.

KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk dapat terjadi peningkatan penerapan teknologi yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia pada era knowledge economy ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kepemimpinan nasional.

  1. Dalam lingkungan strategis yang berubah dengan cepat, perlu kualitas kepemimpinan nasional yang baik. Dengan kualitas ini kepemimpinan nasional akan mampu untuk membawa bangsa ini dalam mencapai tujuan nasional melalui tahapan-tahapan pembangunan yang terprogram terarah dan berkelanjutan. Proses terbentuknya kepempimpinan nasional bukanlah proses yang sederhana, karena hal ini terkait dengan penyiapan SDM yang akan menjadi pemimpin di eranya bagi masa depan bangsa dan keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang akan memikul langsung tanggung jawab strategis di lingkungan negara, bangsa dan masyarakat.
  2. Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, sektor strategis yang dikedepankan untuk mempercepat pembangunan adalah iptek. IPTEK merupakan faktor pendorong yang sangat vital dalam pembangunan dan pemandirian bangsa. Ketika kepemimpinan nasional dapat mengarahkan pengembangan iptek dapat diselaraskan dengan arah-arah kegiatan pembangunan di berbagai sektor, kinerja pembangunan akan lebih efektif dan capaian pembangunan (output, outcome, dan dampak) terjamin keberlanjutannya. Sebaliknya, ketika kegiatan pembangunan tidak ditopang iptek, dapat terjadi gejala pembangunan berbiaya tinggi, kebergantungan pada bantuan iptek luar negeri, dan tidak berkelanjutan.
  3. Peran-peran baru dalam kepemimpinan nasional dalam perubahan lingkungan strategis akan menentukan daya saing melalui pemanfaatan teknologi dalam rangka peningkatan ketahanan nasional. Suatu kepemimpinan yang mampu memanfaatkan sumber daya yang ada sesuai kebutuhan terkini tanpa mengabaikan tetap memberikan peluang yang sama pada generasi masa depan sebagai pembangunan ekonomi, sosial, dan juga proteksi pada lingkungan alam
  4. Wawasan kebangsaan para pimpinan nasional yang tertuang dalam pemahaman akan empat pilar (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI) menjadi dasar bagi pembentukan kepemimpinan nasional yang baik. Setiap pimpinan di semua level terutama pada tataran kebijakan dan operasional harus memiliki pemahaman dan penghayatan yang sama sehingga visi, persepsi dan interpretasi, keserasian, keseimbangan dan rasa memiliki serta bertanggungjawab menjadi dasar penyelarasan pengembangan iptek di berbagai level.

REFERENSI

  1. Djarot, Erros. (2006) Rapot Indonesia Merah. Cetakan I, Jakarta: MediaKita
  2. Dyer, Jeffrey H., Prashant Kale, and Harbir Singh. (2001) How to Make Strategic Alliances Work. Sloan Management Review, Summer 2001
  3. Ginandjar Kartasasmita. (1997) Kepemimpinan Menghadapi Masa Depan, Disampaikan pada Pembekalan Kepada Para Komandan Jajaran TNI Angkatan Udara dan Kohanudnas, Jakarta, 3 Juli 1997
  4. Habib, M.S. (2010). Leadership Nasionalis, diakses dari http://dunialppkb.wordpress.com/leadership-nasionalis/ tanggal 8 Maret 2010.
  5. Habibie, B. Y.  1984.  Ilmu pengetahuan, teknologi, dan pembangunan bangsa: himpunan pidato,Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta
  6. Kadiman, Kusmayanto. (2009) Nalar Ekonomi dan Nalar Teknologi: Collision Vs Coalition, Kompasiana.com/2 Desember 2009/humasristek
  7. Pezzey, J; M. Toman (January 2002). “The Economics of Sustainability:A Review of Journal Articles”. Resources for the Future DP 02-03: 1–36.
  8. Sachs, Goldman. (2003) Dreaming with BRIC’s: The Path to 2050, Global Economics Paper No. 99., 2003
  9. Surapranata, Suharna. (2010) Arah Iptek Nasional di Abad Ke-21. disampaikan pada PPRA XLIV Lemhannas, 28 Januari 2010
  10. Wicaksono, D. (1999)  Artikel Nasionalisme Teknologi. 2 Dec 1999  diakses melalui http://www.mail-archive.com/itb@itb.ac.id/msg10212.html tanggal 6 Februari 2010.

Yudoyono, S.B. (2010). Pidato Presiden dalam Silaturahmi dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Serpong, Jawa Barat, Rabu, 20 Januari 2010


[1] John P. Kotter dan Dan S. Cohen dalam bukunya “The Heart of Change“, orang terdorong untuk berubah karena ia ”melihat” urgensi untuk berubah, ”merasakan” kepentingan untuk berubah, dan untuk selanjutnya siap ”melakukan” perubahan.

[2] Manusia Indonesia untuk Visi 2030, Sayidiman Suryohadiprojo, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0704/03/opi01.html

[3]Indra Prakoso, Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui Sistem Cluster, http://www.pnm.co.id/content.asp?id=752&mid=54 tgl. 23 feb 2010 pkl 15.52 wib

[4] Disarikan dari definisi-definisi kepemimpinan dalam Kepemimpinan Nasional, Modul 1, Pokja Kepemimpinan, Lembaga Ketahanan Nasional RI, Tahun 2010

[5] Kepemimpinan Nasional, Modul 1, Pokja Kepemimpinan, Lembaga Ketahanan Nasional RI, Tahun 2010

[6]Pidato Presiden dalam Silaturahmi dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Serpong, Jawa Barat, Rabu, 20 Januari 2010

[7]Habibie, B. Y.  1984.  Ilmu pengetahuan, teknologi, dan pembangunan bangsa: himpunan pidato,Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, hlm. 293.

[8] Sustainable development From Wikipedia: sustainable development as development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs as economic development, social development, and environmental protection.

[9] Pidato Presiden Republik Indonesia Tentang Pembangunan Nasional Alam Perspektif Daerah di Depan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta, 19 Agustus 2009

[10] Op cit hlm. 2

[11] Penjabaran strategi pengembangan bidang-bidang teknologi ke depan di Indonesia dapat dilihat pada visi dan misi Ristek

[12] Suharna Surapranata, Arah Iptek Nasional di Abad Ke-21, disampaikan pada PPRA XLIV Lemhannas, 28 Januari 2010

[13] Lihat juga beberapa naskah pidato Habibie (1984) dalam kumpulan pidato beliau yang berjudul Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan Bangsa terbitan BPPT

[14] Ini berarti bahwa SDM yang terkait dengan kebijakan IPTEK baik di pemerintah, lembaga penelitian, dan bisnis harus memahami dan dapat mengimplementasi nilai-nilai Pancasila dalam kebijkan yang dibuat.

[15] Disampaikan oleh Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata  pada rapat kerja (raker) antara Komisi VII DPR RI dengan Kementerian Riset dan Teknologi serta Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) Ristek pada tanggal 8 Februari 2010 berjudul Indonesia Menuju Bangsa dan Negara Maju Yang Berbasis Iptek

[16] SHM Lerrick, Implementasi Kepemimpinan Pada Tingkat Strategik, Modul II: Kepemimpinan Nasional, Lemhannas, 2010

[17] Diambil dari http://artikel.total.or.id/artikel.php?id=1136&judul=Ciri-ciri